JKM.COM, BOGOR – Kesuksesan penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah dasar memerlukan dukungan dan kerjasama dari semua pemangku kepentingan.
Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi Yang Layak Untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas, pada Pasal 5 Nomor 3a, menyatakan bahwa dalam rangka Penyiapan dan Penyediaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, maka perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan calon guru harus memberikan mata kuliah pendidikan inklusif.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa ada keterikatan dan tanggung jawab yang besar antara perguruan tinggi khususnya Universitas dengan kompetensi calon guru yang akan mengajar di sekolah dasar inklusif.
Kolaborasi antara Universitas dengan sekolah merupakan kelanjutan program pengembangan guru agar kompetensi mereka lebih berkualitas melalui program-program pelatihan yang bermutu. Tetapi dalam pelaksanaannya, masih banyak sekolah dasar–yang belum menjadi sekolah inklusif– sulit melaksanakan pendidikan inklusif sesuai dengan standar pemerintah.
Ada beberapa masalah yang dihadapi sekolah antara lain:
.Tidak mendapatkan pendampingan dari pemerintah dalam melaksanakan program pendidikan inklusif
.Guru jarang mendapatkan pelatihan yang dapat meningkatkan kompetensi guru inklusif walaupun latar belakang guru dari universitas pendidikan
guru diantaranya sekolah belum memiliki kolaborasi dengan pihak lain (universitas, LSM, Psikolog) dalam menunjang pelaksanaan pendidikan inklusif.
Terjadinya kesenjangan antara teori dan praktek yang didapatkan oleh calon guru inklusif di universitas (keguruan) ketika harus mengajar di SD inklusif termasuk sekolah belum memiliki unit khusus yang dapat membantu sekolah dalam memecahkan persoalan di kelas inklusif, baik terkait dengan kurikulum, perilaku siswa maupun penilaian.
Dan masalah-masalah yang dihadapi SD inklusif tersebut jika tidak ditindaklanjuti oleh pihak pemerintah dan universitas yang bertanggung jawab menghasilkan calon guru inklusif, akan menyebabkan penyelenggaraan pendidikan inklusif tidak akan berjalan dengan maksimal.
Universitas dan SD inklusif seharusnya dapat saling berkolaborasi dalam kemitraan yang setara dan saling memberikan masukan, dan perbaikan kebutuhan penyelenggaraan pendidikan inklusif.
Universitas memerlukan masukan dari SD inklusif terhadap fakta yang terjadi di lapangan. Masalah yang terjadi dalam penyelenggaraan inklusif, harus dapat dicari solusinya melalui penelitian, atau perbaikan isi mata kuliah agar dapat memenuhi kebutuhan SD inklusif.
Begitu juga dengan SD inklusif yang mendapatkan masukan dan solusi atas masalah yang terjadi pada penyelenggaraan pendidikan inklusif seperti kurikulum, pembelajaran, perilaku siswa, maupun pengadaan sarana-prasarana lainnya.
Universitas sebagai penyelenggara program calon guru seharusnya dapat memetakan kebutuhannya dalam materi matakuliah pendidikan inklusif yang telah menjadi kewajiban sebagai implementasi kebijakan pemerintah. Universitas yang memiliki banyak sumber daya manusia dan pengetahuan, seharusnya dapat melibatkan sekolah dalam memberikan masukan dalam mengisi materi perkuliahan pendidikan inklusif yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi oleh sekolah.
Universitas dapat melakukan program pendampingan yang berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan inklusif di sekolah dasar. Program pendampingan yang melibatkan universitas dan sekolah bertujuan agar semua praktek inklusif dapat dilaksanakan sesuai dengan dinamika perkembangan pendidikan inklusif, agar kesuksesan pendidikan inklusif dapat tercapai.
Keterlibatan universitas dan sekolah bukan hanya memberikan keuntungan kepada satu pihak saja, tetapi kedua belah pihak harus saling mendukung dan bekerja sama dengan sejajar sebagai partner. Kedua belah pihak bersama menentukan perencanaan pendampingan seperti lamanya waktu pendampingan, materi yang akan dipelajari, praktisi dan ahli yang terlibat dalam kegiatan pelatihan-pelatihan dalam kelompok kecil.
Dengan keterlibatan universitas secara aktif dalam kegiatan pelatihan, membuka akses bagi sekolah dalam kerjasama dengan para ahli seperti psikolog atau lembaga masyarakat lainnya akan memberikan harapan bagi sekolah dalam memecahkan persoalan nyata dalam sekolah inklusif.
Program pendampingan dapat berupa pelatihan bertujuan untuk meningkatkan motivasi guru kelas dalam mensukseskan pembelajaran dalam kelas inklusif.
Tujuan pembelajaran dengan target yang telah ditetapkan berdasarkan karakteristik setiap siswa, dengan rancangan pembelajaran yang efektif harus mampu dicapai guru agar tujuan pembelajaran tersebut tercapai.
Untuk itu motivasi dari diri sendiri maupun rekan sejawat sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusif dari aspek non-akademis, motivasi dari rekan sejawat, kerjasama dan kolaborasi serta diskusi yang membangun dalam memecahkan masalah inklusif merupakan dorongan yang kuat bagi guru dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Dan Kesulitan yang dihadapi oleh guru kelas dalam kelas inklusif selama ini sulit untuk dipecahkan secara sistematis dan efektif. Permasalahan yang dihadapi oleh guru kelas, dengan kemampuan dan kompetensi yang minimal karena latar belakang yang berbeda, ataupun bidang keilmuan yang berbeda, tetapi harus menangani semua karakteristik siswa menyebabkan semua kesulitan guru tidak mudah untuk dipecahkan secara tuntas. padahal kesulitan guru dalam kelas inklusif yang dinamis memerlukan pemecahan masalah yang cepat dan tepat sasaran.
Kondisi yang menyebabkan ini adalah kurangnya kerjasama antara pihak sekolah dengan stakeholder lain seperti psikolog, dinas pendidikan, bahkan dengan pihak universitas yang menyediakan layanan khusus dalam penanganan siswa, maupun universitas yang menghasilkan penelitian dalam pendidikan inklusif, sehingga kesulitan yang dihadapi guru tidak mudah untuk dipecahkan.
Untuk itu, perlu adanya kolaborasi antara sekolah dengan pihak lain, terutama dengan universitas sebagai salah satu penyedia hasil penelitian yang mampu membantu sekolah khususnya guru dalam kelas inklusif sehingga tujuan dan kebutuhan siswa dapat tercapai dengan maksimal.
Materi identifikasi siswa merupakan salah satu materi yang penting dalam pelatihan, karena dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada guru kelas tentang karakteristik siswa dan berdampak kepada layanan kepada siswa terutama siswa disabilitas. Jika guru kelas dapat mengimplementasikan kegiatan identifikasi kepada siswa, maka penyaringan awal siswa terindikasi disabilitas dapat dilakukan, sehingga perencanaan pembelajaran yang harus dipersiapkan guru dalam pembelajaran menjadi lebih jelas dan mudah.
Guru kelas dapat membuat program pembelajaran individual dengan terencana. Perencanaan pembelajaran sangat penting bagi guru, agar pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusif dapat berlangsung dengan baik, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan semua siswa termasuk siswa disabilitas.
Bagi Indonesia yang memiliki banyak provinsi berbentuk kepulauan, masih sulit melaksanakan praktek inklusif dengan standar yang sama pada setiap provinsi. Kendala yang dihadapi oleh Indonesia dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif selama ini karena belum terlaksananya kerjasama semua pihak, dan masih berjalan secara terpisah.
Pemerintah selama ini masih belum maksimal dalam merangkul semua pihak untuk bekerjasama dan berkolaborasi dalam praktek inklusif. Walaupun pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terkait pendidikan inklusif dan peraturan lainnya yang relevan, tetapi dalam implementasinya belum mampu secara sistematik dan holistik menyelaraskan semua pihak.
Beberapa kegiatan pemerintah kepada sekolah seperti seminar, pelatihan pendidikan inklusif masih terbatas pengetahuan dasar saja, tidak berkelanjutan dan belum memiliki program khusus reguler. Dengan program pendampingan berkelanjutan, diharapkan pemerintah sebagai penentu kebijakan dapat menyesuaikan kebijakan dengan perkembangan pendidikan inklusif tersebut dengan kondisi di universitas dengan sekolah.
Peran semua pihak termasuk pemerintah, universitas, maupun sekolah dasar inklusif dalam program pendampingan harus dapat mendukung semua aspek pendidikan inklusif, tidak hanya pada kebijakan atau peraturan pemerintah saja, tapi konsekuensi dari kebijakan tersebut harus mampu didukung dengan langkah konkrit dengan melibatkan semua pihak, kolaborasi sebagai partner yang dapat mempercepat tujuan pendidikan inklusif di Indonesia.
Penulis: Dr, Rasmitadila, M.Pd Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Djuanda, Bogor