JKM.COM, SURABAYA – Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025 adalah momentum penting untuk merefleksikan kembali arah pembangunan pendidikan di Indonesia. Di tengah tantangan global yang kian kompleks dan dinamis, pendidikan harus menjadi kekuatan utama dalam membentuk generasi yang unggul, adaptif, dan berkarakter.
Namun, pendidikan bermutu tidak akan terwujud jika hanya dibebankan kepada sekolah atau pemerintah. Pendidikan adalah kerja bersama seluruh elemen bangsa.
Realitas pendidikan kita masih menghadapi berbagai tantangan serius: kesenjangan akses di daerah terpencil, rendahnya tingkat literasi dan numerasi nasional, hingga ketimpangan kualitas antarwilayah dan antarjenjang. Tak hanya itu, tantangan digitalisasi dan kesiapan guru menghadapi pembelajaran berbasis teknologi juga menjadi pekerjaan rumah yang mendesak. Laporan World Bank (2023) menunjukkan bahwa learning poverty di Indonesia masih cukup tinggi bukti bahwa kita harus bekerja lebih keras untuk mengejar ketertinggalan.
Namun di balik tantangan, tersimpan banyak peluang. Bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia hingga 2045 adalah aset besar jika dikelola dengan pendidikan yang tepat. Era digital juga membuka peluang lahirnya inovasi pembelajaran daring, platform edukatif, dan kolaborasi lintas sektor yang sebelumnya tidak terbayangkan.
Pemerintah melalui Kurikulum Merdeka telah memberi ruang lebih luas untuk kreativitas dan diferensiasi pembelajaran. Ini adalah peluang emas yang tidak boleh disia-siakan.
Dalam menjawab peluang dan tantangan tersebut, semua pihak harus bersinergi. Pemerintah pusat menetapkan arah strategis dan regulasi pendidikan.
Pemerintah daerah mengoperasionalisasikannya dengan pendekatan lokal. Satuan pendidikan menjadi garda terdepan dalam melaksanakan proses belajar yang bermakna. Guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai fasilitator, inspirator, dan pemimpin pembelajaran.
Kompetensinya harus terus ditingkatkan seiring perkembangan zaman.
Orang tua dan masyarakat juga harus aktif terlibat. Sebagai pendidik pertama, orang tua memainkan peran penting dalam membentuk karakter anak di rumah.
Komunitas lokal dapat memperkuat nilai-nilai kebudayaan dan menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung. Dunia usaha dan media juga berpeluang besar mendukung pendidikan melalui program magang, literasi digital, CSR pendidikan, dan penyebarluasan nilai-nilai edukatif.
“Saya percaya bahwa pendidikan yang berkualitas lahir dari kolaborasi, bukan dari program yang berjalan sendiri-sendiri. Diperlukan komunikasi yang terbuka, partisipasi aktif, serta komitmen jangka panjang,” tutur Dr. Reza.
Lebih lanjut Dr. Reza, pendidikan bukan hanya soal angka kelulusan atau akreditasi, tetapi tentang membentuk manusia Indonesia seutuhnya—cerdas, tangguh, dan berakhlak.
“Sebagai penutup, mari jadikan Hardiknas 2025 bukan sekadar seremonial tahunan, tetapi titik tolak untuk memperkuat semangat gotong royong dalam memajukan pendidikan,” ajaknya.
“Di tengah derasnya arus perubahan, hanya pendidikan yang mampu menjadi jangkar bangsa. Masa depan Indonesia ada di ruang-ruang kelas hari ini. Maka, menjadikan pendidikan sebagai prioritas adalah tugas kita bersama,” tutupnya.
Biodata Penulis
Dr. Reza Rachmadtullah, M.Pd, merupakan Pakar Pendidikan Dasar di Universitas PGRI Adi Buana Surabaya. Pria berusia 33 tahun ini berasal dari Kota Mempawah, Kalimantan Barat, dan merupakan cucu dari H. Masri AR. seorang tokoh masyarakat Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi. Pemikiran dan hasil-hasil penelitian nya telah memberikan kontribusi nyata terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia.
Dr. Reza meyakini bahwa melalui pendidikan, suatu bangsa akan menjadi maju dan makmur.